Tren musim panas baru saja dimulai. Namun para desainer dan rumah mode kembali melaju lebih dulu untuk mempersiapkan gaya terbaru musim dingin mendatang.
Mungkin benar apa yang pernah dikatakan perancang legenderis Karl Lagergeld bahwa fesyen ibarat kereta ekspres yang bergerak gesit sehingga tak ada waktu untuk menunggu. Harus cepat agar tidak terlambat.
Bendera aba-aba pun diangkat. Dengan hitungan mundur, maka sekali lagi pekan mode dilakukan secara bergilir.
Presentasi busana pria mendapat kehormatan untuk membuka estafet akbar yang belum lama berlangsung di Milan dan berakhir di New York. Tidak mendramatisir inspirasi, namun tetap menyajikannya melalui show tak terlupakan dan berkonsep merupakan langkah jitu.
Misalnya saja Alxander McQueen yang terilhami glamorama Hollywood diera film klasik. Ia memamerkan deretan double breast jacket dengan tailored pants berpotongan baggy pada barisan model pria yang disulap menyerupai warlock. Lengkap dengan warna contact lens yang tak lazim. Untuk kesekian kalinya McQueen berhasil mencetak hits berkat konspirasinya dengan kegelapan.
Penghayal ulung lainnya adalah pasangan pebisnis Domenico Dolce & Stefano Gabbana. Belakangan keduanya tampak sedang asyik berimajinasi mengendarai mesin waktu.
Setelah sukses ikut mempopulerkan Napoleonic look pada musim dingin tahun lalu, kini mereka tak ketinggalan turut mengkampanyekan demam hi tech. Alhasil sebagian besar koleksi Dolce & Gabbana sarat akan unsur teknologi. Mayoritas suara menudingnya sebagai gaya futuristik.
Di antara kubu pemimpi, nyatanya kelompok realis juga tak kalah berjaya. Terutama jika mampu berkreasi tanpa melupakan makna ready to wear sesungguhnya. Versace merumuskan tampilan kokoh namun tetap bersahaja. Nyaris minimalis minus detail. Sangat jauh dari kesan hiperbola. Fokus pada kerah Nehru yang diterapkan pada jaket dan kemeja.
Sekian lama menanggalkan Medusa sebagai signature icon juga tak menjadikannya kehilangan identitas. Bahkan keputusan signifikan itu membuat banyak pihak bernafas lega.
Sementara Chritopher Bailey kian paham bahwa pasar menginginkannya lebih dari sekadar fantasi. Rancangan akan sia-sia jika hanya berperan sebatas eye candy di atas runway. Memaksimalkan kesan maskulin merupakan solusi bijak.
Burberry Prosum pun mendaulat rangkaian military jacket sebagai iconic item yang tak lain merupakan adaptasi antara wujud simpati terhadap tragedi global dengan seragam Sandhurst Academy, Inggris. Sedikit emosional ternyata menguntungkan bagi Burberry.
Wujud simpati lainnya datang dari Louis Vuitton, Missoni, Prada dan Gucci. Sementara Marc Jacobs, Luca Missoni, Miuccia Prada, dan Frida Gianni sepakat memilih langkah diplomatis untuk mencairkan ketegangan yang kerap terjadi belakangan ini. Bukan dengan menerapkan rancangan berbau militer melainkan memindahkan sejumlah palet musim panas ke musim dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar